Jumat, 10 September 2021

Bangsa Dengan Segala Ketidakadilanya

Oleh: Febri Wengke
Sumber:Kelaspintar.id

Yang terjerat penjara lima tahun itu adala si Pondik, dia sebagai salah seorang petani. Beliau memiliki ladang yang cukup luas dengan tanaman pohon jati yang memadati ladang tersebut. Dia telah menanam pohon jati tersebut sejak berumur tujuh tahun bersama Bapaknya. Menanam pohon-pohon jati tersebut sebagai warisan dari Bapaknya untuk bekal masa depan. “Entah masa depanmu bagaimana dan jadi apa? intinya sekarang kau harus menanam pohon, nantilah bakal kau ketahui apa tujuan dari menanam pohon sejak sekarang”. Jelas dari si Pondik sebagai pesan dari Bapaknya.

Waktupun berjalan seiring usia Pondik bertambah sampai pada umurnya yang ke limabelas tahun, yang mana pada saat itu juga Bapaknya meninggal dunia. Kesedihan dan kegelisahan si Pondik rasakan mengkabutkan pikiran dan niatnya untuk tidak melanjutkan pendidikanya, dia berhenti pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Mulai saat itu beliau memepekerjakan dairinya sebagai petani, selain menggarap ladang milik orang lain dari sekitar kampungnya, tentunya Pondik juga sangat memperhatikan ladang jatinya sebagai peninggalan dari Almarhum Bapaknya.

Dari pekerjaannya sebagai petani, sekiranya Pondik bisa mencukupi kebutuhan dan bertahan hidup. Memang pada perjalan hidup manusia tidak terlepas dari setiap masalah yang harus dihadapi. Khususnya si Pondik, yang mana beliau bermasalah dengan pemerintah melalui pihak agrarian tanah dan jajran lain dari pemerintah. Bahwasanya tanah yang ditanami pohon jati dari puluhan tahun lalu oleh si Pondik bersama Bapaknya adalah tanah yang tidak bersertifikat. Teteapi tidak demikian juga, yang mana tanah tersebut adalah milik Pondik warisan dari Bapaknya yang dipeoleh melalui pembagian secara adat istiadat. Bahwa seluruh masyarakat adat sangat sepakat dengan hasil musyawarah atas bagian-bagiab tanah tersebut.

Lain halnya dengan pihak pemerintah, yang tidak memikirkan dan tidak peduli dengan pembagian tanah secara adat istiadat, hanya karena tidak memiliki bukti yang akurat. Si Pondik hanya menyampaikan secara lisan bahwa tanah yang dia miliki adalah tanah warisan dari Bapaknya yang diperoleh berdasarkan kesepakatan secara adat bersama warga yang ada di kampung. Demikian juga yang disampaikan oleh warga yang lain sama seperti yang disampakan si Pondik, tetapi itu tetap hanya lisan. Dimana kampung mereka kuatnya saling percaya dalam suatu kesepakatan terutama dalam pembagian tanah. Walaupun itu hanya bermusyawarah secara lisan.

Pada permasalahan ini pihak pemerintah ingin mendapatkan tanah itu dengan tujuan penambangan, yang mana pemerintah telah bersepakat dengan pihak investor yang dari hasil analisisnya bahwa di dalam tanah tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat dijadikan semen. Terkait semen sebagai hasil bumi yang sangat tinggi nilainya.

Sebelum peorses pengambil alihan tanah oleh pihak pemerintah, si Pondik dengan segala cara mengajukan permohonan untuk pemerintah tidak mengambil tanahnya yang dijadikan sebagai lahan tambang semen. Pada suatu perundingan, bahwa pemerintah akan memberikan sejumlah uang kepada Pondik untuk meredahkan Pondik dalam penolakannya dan sebagai uang ganti rugi atas tanaman jati yang juga akan diambil oleh pemerintah dari tanah tersebut. Tetapi tidak dengan pendirian Pondik yang memegang teguh, bahwa itu adalah tanah warisan yang tidak dapat diperjual belikan, apalagi dirampas.

Walaupun Pondik menolak tanah warisanya dijadikan tambang semen dan tidak menerima dana. Pihak pemerintah tetap akan melaksanakan proyek pertambangan mereka. Oleh karena itu pula Pondik dan warga kampong geram, mereka dengan mengahdang peroses pertambangan dan mengancam para pekerja tambang, serta menyuruh pekerja pulang bersama alat-alat kerja mereka. Keesokan harinya para pekerja, beserta pemerintah, investor, dan kepolisian terjun langsung ke lokasih tambang, lagi-lagi Pondik dan warga melakukan penghadangan. Tetapi penghadangan kali itu diredahkan oleh pihak kepolisian dengan menangkap si Pondik dan beberapa orang warga lainya sebagai penggerak penghadangan tersebut. Mereka ditangkap dan divonis hukuman penjara lima tahun untuk si Pondik dan tahanan tiga bulan untuk beberapa warga lainya. Kasusnya mereka dituduh diskriminasi atau pengancaman terhadap para pekerja tambang dan penggarapan tanah yang tidak bersertifikat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

5 Destinasi Wisata Yang Wajib Dikunjungi di Labuan Bajo Selain ke Pulau Komodo

  Penulis; Febri Wengke (keindahan kota pelabuhan Labuan Bajo dihiasi puluhan kapal yang mengambang, sumber; dokumentasi pribadi) Kegemara...