Yang terjerat penjara lima tahun itu adala si Pondik, dia sebagai salah seorang petani. Beliau memiliki ladang yang cukup luas dengan tanaman pohon jati yang memadati ladang tersebut. Dia telah menanam pohon jati tersebut sejak berumur tujuh tahun bersama Bapaknya. Menanam pohon-pohon jati tersebut sebagai warisan dari Bapaknya untuk bekal masa depan. “Entah masa depanmu bagaimana dan jadi apa? intinya sekarang kau harus menanam pohon, nantilah bakal kau ketahui apa tujuan dari menanam pohon sejak sekarang”. Jelas dari si Pondik sebagai pesan dari Bapaknya.
Waktupun berjalan
seiring usia Pondik bertambah sampai pada umurnya yang ke limabelas tahun, yang
mana pada saat itu juga Bapaknya meninggal dunia. Kesedihan dan kegelisahan si
Pondik rasakan mengkabutkan pikiran dan niatnya untuk tidak melanjutkan
pendidikanya, dia berhenti pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Mulai saat
itu beliau memepekerjakan dairinya sebagai petani, selain menggarap ladang
milik orang lain dari sekitar kampungnya, tentunya Pondik juga sangat
memperhatikan ladang jatinya sebagai peninggalan dari Almarhum Bapaknya.
Dari pekerjaannya
sebagai petani, sekiranya Pondik bisa mencukupi kebutuhan dan bertahan hidup.
Memang pada perjalan hidup manusia tidak terlepas dari setiap masalah yang
harus dihadapi. Khususnya si Pondik, yang mana beliau bermasalah dengan
pemerintah melalui pihak agrarian tanah dan jajran lain dari pemerintah.
Bahwasanya tanah yang ditanami pohon jati dari puluhan tahun lalu oleh si
Pondik bersama Bapaknya adalah tanah yang tidak bersertifikat. Teteapi tidak
demikian juga, yang mana tanah tersebut adalah milik Pondik warisan dari
Bapaknya yang dipeoleh melalui pembagian secara adat istiadat. Bahwa seluruh
masyarakat adat sangat sepakat dengan hasil musyawarah atas bagian-bagiab tanah
tersebut.
Lain halnya dengan
pihak pemerintah, yang tidak memikirkan dan tidak peduli dengan pembagian tanah
secara adat istiadat, hanya karena tidak memiliki bukti yang akurat. Si Pondik
hanya menyampaikan secara lisan bahwa tanah yang dia miliki adalah tanah
warisan dari Bapaknya yang diperoleh berdasarkan kesepakatan secara adat
bersama warga yang ada di kampung. Demikian juga yang disampaikan oleh warga
yang lain sama seperti yang disampakan si Pondik, tetapi itu tetap hanya lisan.
Dimana kampung mereka kuatnya saling percaya dalam suatu kesepakatan terutama
dalam pembagian tanah. Walaupun itu hanya bermusyawarah secara lisan.
Pada permasalahan ini
pihak pemerintah ingin mendapatkan tanah itu dengan tujuan penambangan, yang
mana pemerintah telah bersepakat dengan pihak investor yang dari hasil
analisisnya bahwa di dalam tanah tersebut mengandung unsur-unsur yang dapat
dijadikan semen. Terkait semen sebagai hasil bumi yang sangat tinggi nilainya.
Sebelum peorses
pengambil alihan tanah oleh pihak pemerintah, si Pondik dengan segala cara
mengajukan permohonan untuk pemerintah tidak mengambil tanahnya yang dijadikan
sebagai lahan tambang semen. Pada suatu perundingan, bahwa pemerintah akan
memberikan sejumlah uang kepada Pondik untuk meredahkan Pondik dalam
penolakannya dan sebagai uang ganti rugi atas tanaman jati yang juga akan
diambil oleh pemerintah dari tanah tersebut. Tetapi tidak dengan pendirian
Pondik yang memegang teguh, bahwa itu adalah tanah warisan yang tidak dapat
diperjual belikan, apalagi dirampas.
Walaupun Pondik menolak
tanah warisanya dijadikan tambang semen dan tidak menerima dana. Pihak
pemerintah tetap akan melaksanakan proyek pertambangan mereka. Oleh karena itu
pula Pondik dan warga kampong geram, mereka dengan mengahdang peroses
pertambangan dan mengancam para pekerja tambang, serta menyuruh pekerja pulang
bersama alat-alat kerja mereka. Keesokan harinya para pekerja, beserta
pemerintah, investor, dan kepolisian terjun langsung ke lokasih tambang,
lagi-lagi Pondik dan warga melakukan penghadangan. Tetapi penghadangan kali itu
diredahkan oleh pihak kepolisian dengan menangkap si Pondik dan beberapa orang
warga lainya sebagai penggerak penghadangan tersebut. Mereka ditangkap dan
divonis hukuman penjara lima tahun untuk si Pondik dan tahanan tiga bulan untuk
beberapa warga lainya. Kasusnya mereka dituduh diskriminasi atau pengancaman
terhadap para pekerja tambang dan penggarapan tanah yang tidak bersertifikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar